Talk to Myself

and be a better man.

Muhammad Ridho Rizqillah
3 min readApr 3, 2022
Photo by Михаил Секацкий on Unsplash

Merupakan sebuah kebiasaan yang terjadi pada diriku. Berbicara dengan diri sendiri. Tidak ada satu haripun terlewatkan tanpa berbicara dengan diri sendiri. Dimanapun itu dan apapun situasinya, selalu ada ruang untuk ku berbicara dengan diriku sendiri.

“Memangnya apa saja yang kau bicarakan?”

Apapun itu, setiap peristiwa yang terjadi pada diriku, tidak luput dari tindakan introspeksi setelahnya. Ataupun setiap peristiwa yang akan terjadi, juga tidak luput dari kegiatan menimbang untuk pengambilan keputusan terbaik. Tidak jarang salah langkah terjadi, yang mengakibatkan aku harus memberi masukkan pada diriku, sebuah feedback, advice, dan semacamnya.

Beberapa advice yang kuingat dan sering kuucapkan pada diri sendiri ialah, ketika ada saatnya aku mengalami situasi yang mungkin aku bisa melakukan tindakan yang berguna bagi orang lain, tapi tidak kulakukan. Terucap dalam diri sendiri seperti “harusnya kamu bisa menolong dia, lain kali jangan diabaikan seperti itu ya”. Ada juga semacam penyemangat ketika aku sedang sakit, aku mengusahakan untuk bisa kuat dengan kalimat seperti ini “hei, ingat ya. Impian mu itu jauh lebih besar daripada rasa sakit mu sekarang”.

Ada satu peristiwa yang kuanggap menjadi turning point dan membuatku berkembang sebagai manusia. Yaitu ketika masa-masa ingin memasuki dunia perkuliahan. Yang mana aku sama sekali belum diterima di kampus manapun dengan jurusan yang kuinginkan. Sudah berkali-kali mengikuti tes, dan tidak ada satupun yang diterima. Perasaan kecewa, menganggap bahwa diri ini tidak layak, hanya membuang-buang uang orang tua. Semua hal itu terlintas di pikiranku. Aku kembali berbicara pada diriku sendiri, seperti halnya aku berbicara pada versi diriku yang terbaik. Dan meminta nasihat dan arahan darinya. Untuk diriku yang masih jauh dari kata baik. Salah satu kalimat yang keluar ialah:

Setiap orang sudah punya rezekinya masing-masing. Dan tidak akan mungkin tertukar dengan orang lain. Bersabar saja dan terus berusaha.”

Lalu aku mencoba menanamkan benar-benar dalam diri sendiri kalimat itu. Setelah sekian penolakan dan kesedihan yang terjadi. Sampailah pada suatu kenyataan yang berjalan sesuai kalimat yang kutanamkan. Benar saja aku diterima di kampus yang baik dengan jurusan yang kuinginkan.

Dan hal lain yang patut digarisbawahi pula. Pada saat-saat perjuangan itu, juga terjadi suatu hal yang mengubah sudut pandangku sepenuhnya. Dulu aku menganggap bahwa salah satu permasalahan yang dialami oleh orang lain mungkin remeh, padahal orang tersebut sampai sebegitu sedihnya. Sampai akhirnya aku sadari, bahwa diriku juga sebegitu sedihnya ketika menerima kegagalan ujian masuk kampus berkali-kali, yang mungkin saja orang lain di luar sana menganggap hal ini remeh. Sejak saat itu aku kembali menanamkan nasihat pada diriku sendiri.

“Kita tidak tahu betul apa yang dirasakan oleh orang lain sebelum kita juga merasakannya. Jadi, janganlah meremehkan permasalahan orang lain.”

Yaa, seperti itulah sedikit cuplikan cerita ku yang berbicara dengan diri sendiri. Terlihat aneh tidak sih? haha.

Sejauh ini, berbicara pada diri sendiri dan meminta masukkan. Merupakan salah satu cara paling ampuh untuk dapat menenangkan. Menjadi obat terhadap kekacauan yang terjadi di luar sana. Terima kasih, Aku.

--

--